Jumat, 06 Agustus 2010

Bahasa Roh

Oleh:
Ev. Eddy Fances

Pendahuluan:
Isu bahasa Roh merebak luas dan ramai didiskusikan dan diperdebatkan setelah lahirnya Gerakan
Neo-Pentakosta yang secara “sengaja atau tidak” dikait-eratkan dengan doktrin “Baptisan Roh” dan/atau
“Kepenuhan Roh”; bahkan beberapa golongan menghubungkannya dengan “Kelahiran Baru” (Doktrin
Keselamatan).
Sebenarnya istilah “Bahasa Roh” adalah istilah yang kurang tepat. Alkitab menggunakan kata
“glossolalia” (glossa = lidah ; laleo = berbicara). Jadi, istilah yang lebih tepat adalah “Bahasa Lidah”.
Pemakaian istilah “Bahasa Roh” dikaitkan dengan karunia yang diberikan oleh Roh Kudus sendiri,
sehingga secara umum kini kedua istilah tersebut menjadi “interchangable” (bisa dipakai bergantian).
Sebelum kita mendalami catatan Alkitab mengenai bahasa Roh, ada baiknya kita mengenal
beberapa prinsip tentang “Karunia Roh Kudus” karena memang sesungguhnya bahasa roh adalah “salah
satu” karunia dari puluhan karunia Roh Kudus.
1. Semua karunia itu pemberian dari Roh Kudus tanpa membeda-bedakan secara “kelas” (tingkat).
Semuanya luar biasa sesuai dengan fungsinya masing-masing (I Kor.12:4-6).
2. Setiap orang percaya mendapat minimum satu karunia untuk kepentingan bersama (ay.7).
3. Tidak mungkin semua orang percaya mendapat satu karunia yang sama (ay.8-10).
4. Roh Kudus dapat memberikan karunia kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja sesuai dengan
kehendaknya, tanpa tergantung kepada manusia (ay.11), walaupun orang tersebut masih belum
dewasa dalam iman dan masih berdosa (Bd: Jemaat Korintus yang kacau, bejat, dan najis; Bd juga:
Mat.7: 22-23).
5. Semua karunia yang diberikan digunakan untuk membangun jemaat (I Kor.14:4, 12, 26); dan
mendatangkan damai sejahtera, bukan kebingungan, keresahan, kekacauan, atau perpecahan (ay.33,
40).
Kesaksian Alkitab:
1. Markus 16:17-18.
Konteks perikop ini adalah JANJI ALLAH untuk orang-orang yang mengabarkan Injil (pekabar
Injil). Bentuk tata bahasa disini bukan berbentuk Imperativ (perintah). Jadi, 5 JANJI disini bukanlah
perintah untuk dipraktikkan. Bd: Janji ini tidak terdapat dalam Injil lain maupun Kisah Para Rasul. Lihat:
Paulus dalam Kis.28:3-6 (bukan untuk dipamerkan /“show off”).
2. Kisah Para Rasul 2:4.
Ini adalah catatan peristiwa yang hanya berlangsung SATU KALI SAJA. Tidak ada catatan
peristiwa yang sama. Beberapa hal yang sulit dijawab adalah:
a. Apakah semua orang percaya berbahasa roh?
b. Apakah semua orang percaya berbahasa roh sekaligus atau satu persatu?
c. Apakah semuanya berbahasa yang sama atau masing-masing satu bahasa?
Dari ay.8-11 kita ketahui bahwa bahasa yang mereka ucapkan adalah bahasa yang ada di dunia dan dapat
dimengerti orang lain.
3. Kisah Para Rasul 10: 43-46.
Peristiwa ini sama sekali berlainan dengan Kisah pasal 2. Tidak ada lidah api, gempa, atau tiupan
angin keras. Yang ada hanyalah pemberitaan Injil Kristus. Ada penekanan yang sama antara pasal 2 dan
10 yaitu MEMULIAKAN ALLAH. Tidak jelas apakah bahasa yang diucapkan ada di dunia (dimengerti).
Yang pasti orang-orang tahu mereka sedang memuliakan Allah.
BAHASA ROH – PRAKTIKNYA?
2
3. Kisah Para Rasul 19: 3-7.
Peristiwa ini juga tidak sama dengan Kis.2 dan 10. Disini ada konfirmasi soal baptisan sesuai
dengan Amanat Agung Yesus Kristus, yaitu “dalam Nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus”. Hanya di
tempat ini ada catatan soal “penumpangan tangan”. Tidak jelas pula apakah bahasa roh yang diucapkan
dimengerti orang lain (ada di dunia); dan tidak jelas apakah 12 orang sekaligus berbahasa roh, atau
sebagian, atau satu persatu.
4. I Korintus 12:3.
Rupanya dalam jemaat Korintus Paulus menemukan ada yang mengklaim berbahasa roh, ternyata
isinya adalah kutukan kepada Tuhan Yesus (“anathema Iesu”); sehingga Paulus harus menegur mereka.
Selanjutnya dalam pasal 14 Paulus menjelaskan kembali secara panjang lebar tentang bahasa roh.
Ternyata bahasa yang digunakan disini tidak dimengerti oleh orang yang mengucapkan maupun oleh
mereka yang mendengarkan secara umum. Tetapi Paulus bisa mengerti dan menafsirkan bahasa tersebut.
5. I Korintus 14:2; 6-9; 16-19; 23.
Dalam pasal 14 kita menemukan bahwa Paulus menegur mereka yang berbahasa roh yang tak
dapat dimengerti karena tidak membangun jemaat. Baginya lebih baik berkata 5 kata yang membangun
daripada beribu-ribu kata yang tidak dimengerti orang lain (ay.19).
Rupanya disini kita menemukan adanya jenis lain dari bahasa roh yaitu yang tidak dimengerti
oleh orang yang mengucapkan maupun yang mendengarkan (ay.2;13). Selain itu orang yang berbahasa
roh ini ternyata bukanlah seperti orang yang kerasukan atau mabuk, melainkan dapat mengontrol dirinya
(pikiran, emosi, dan kehendak) Lih: ay.18-19; 28).
Lalu, Bagaimana Praktiknya?
Paulus memberikan aturan main (etika) dalam berbahasa roh khususnya dalam jemaat.
Lihat: I Korintus 14:26-28.
1. Semua karunia termasuk bahasa roh haruslah digunakan untuk MEMBANGUN JEMAAT. Ini juga
menjadi batu ujian dari karunia yang sejati (ayat 26). Bd: I Kor. 12:7; 14:12.
2. Bahasa roh yang dipraktikkan dalam jemaat hanya boleh dilakukan oleh 2 atau maksimum 3 orang,
dan bergiliran seorang demi seorang. Dan, yang penting harus ada orang yang menafsirkannya. Kata
“seorang lain” (Yunani: “heis”) berarti orang tersebut dikenal bisa menafsirkannya. Bukan
sembarang orang! Jadi, bukan ramai2 sekaligus sehingga bisa dianggap “gila” (ay.23) atau
“barbaros” (ay.11) oleh orang lain.
3. Jika tidak ada orang yang menafsirkannya, maka bahasa roh TIDAK BOLEH diucapkan dalam
jemaat. Paulus memberikan perintah untuk berdiam diri! Tujuannya, agar tidak terjadi kekacauan
dalam ibadah, dan agar semuanya berjalan dengan sopan dan teratur (ay.33,40) sesuai dengan
kehendak Allah.
Kesimpulan:
1. Bahasa roh ternyata ada dua jenis yaitu: bahasa lain yang ada di dunia ini, dan bahasa lain yang tidak
dimengerti (bisa jadi tidak ada di dunia ini). Bahasa ini bisa dimengerti jika ditafsirkan oleh orang
yang mendapatkan karunia menafsirkan bahasa roh.
BAHASA ROH – PRAKTIKNYA?
3
2. Karunia bahasa roh masih ada dan diberikan oleh Roh Kudus sesuai kehendakNya. Jadi, janganlah
melarang apalagi mengecam orang yang memiliki karunia bahasa roh ini (ay.39), Dan sebaliknya
juga tak perlu “ngotot” mengejarnya atau belajar secara khusus kepada “orang tertentu”.
3. Tidak ada formula khusus atau model khusus untuk memperoleh karunia ini. Kita menolak orang
yang menawarkan karunia ini dengan praktik penumpangan tangan, atau peniruan suara-suara
tertentu, atau praktik-praktik lainnya yang merebut kedaulatan Roh Kudus.
4. Karunia bahasa roh tak ada hubungannya dengan “tanda” baptisan roh atau kepenuhan roh. Ini
semata-mata adalah soal KARUNIA yang diberikan oleh Roh Kudus kepada siapa saja yang
dikehendakiNya. Roh Kudus tidak memberikan satu karunia yang sama kepada semua orang percaya!
Jadi, bahasa bukanlah tanda yang universal bagi semua orang percaya! (Lih: I Kor.14:27). Bd: I
Kor.14:22 soal “tanda orang yang tak beriman”.
5. Orang yang mendapat karunia bahasa roh harus menuruti etika (aturan main) yang tercantum dalam I
Kor.14:26-28.
6. Orang yang percaya (beriman) diharapkan bertumbuh dewasa sehingga dapat bernubuat (berbicara
atas nama Allah/menyampaikan berita Injil) agar dapat menghibur, menasihati, dan membangun
jemaat daripada berbahasa roh yang tak dimengerti orang lain (I Kor. 14:1-3; 5-6, 16-17; 39).
7. Fokus dan konteks dari semua pemberian karunia adalah untuk memberitakan Injil Kristus
(keselamatan) dan untuk membangun jemaat. Praktik karunia Roh haruslah mendatangkan damai
sejahtera, bukan kekacauan, kebingungan, keresahan, dan perpecahan jemaat; serta semuanya
haruslah berlangsung dengan sopan dan teratur. Bd: Mat.7:23 “pembuat kejahatan” dalam bahasa
Yunani berarti “tak menuruti aturan” (disorder).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar